Minggu, 30 September 2012

DIA

dia....
yang selama ini ku lihat
dia....
yang selama ini ku damba
dia...
yang selama ini mengisi relung kekosongan
dia....
yang selama ini menghidupkan sunyinya malam
dia...
bagai seorang protektor
dia...
sang musikus yang melantunkan pandangannya membuatku masuk terlalu dalam hingga tenggelam
dia....
layaknya pemanah maha tahu arah bidikkannya
dia....
almamater pendahulu ku 

itu dulu....
dulu sekali...
sang pujangga pembawa musik petik mengiringkan lagu mendamaikan kalbu 
sang penghibur menyelenyap pelipur lara...

namun sekarang semu...

bak petir di siang bolong
bak pedati yang mengiris tipis halus menghujam jantungku
sebagaimana pula dikasihnya busur mantap

tiba tiba ia bersama angsa kecil nan anggun
angsa kecil bermata rupawan
menaiki singgasana kuda besi
dan sekelibat hilang membelah kerumunan para pemuja


sakit...
itu yang kurasa...
terasa sia sia...
terasa didustakan dan terlewatkan si sosok yang mengelabui
gerak badai air jatuh di pelupuk mataku
ya...dia airmata tanda kesesakan sanubari
bibir terkunci tanda tak mampu mengungkapkan
ku ingin berontak
ku ingin berteriak
tapi jiwaku runtuh
aku bak punuk merindukan bulan
bak sang kerdil mengimpikan pangerannya

sudahlah....
ikhlaskan saja dia dengan sang pengungul
menghelus dada menyabari jiwa yang terlanjur tersayat tipis kenistaan cinta
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
Pun tidak tenggelam di masa lampau.
Aku yakin bila massa ku telah menyeruat
aku akan menjadi pengunggul
bukan untukmu
tetapi untuk yang tertulus